Sabtu, 08 Desember 2007

Berbondong-bondong Berburu CPNS

Mas, kami mau tes CPNS besok,’’ kata Reny, Wakil Kepala Sekolah Islam Terpadu Hang Tuah bidang Kurikulum. ‘’Berapa orang,’’ tanyaku. ‘’Ada empat orang. Saya, pak Adi, pak Kus dan pak Muzakir,’’ terangnya.
Aku mengerenyutkan dahi dan berpikir. ’’Apa lagi yang dicari oleh guru Hang Tuah ini lagi,’’ tanyaku dalam hati. Ketiganya kecuali Muzakir adalah wakil kepala sekolah di lembaga yang kubina ini.
Yang membuat aku semakin pusing adalah waktu ujian semester ganjil yang semakin dekat yakni kurang seminggu lagi. ’’Bagaimana mereka fokus memikirkan ujian anak-anak jika memikirkan tes CPNS,’’ pikirku lagi.
Memang, kondisi ini bukan sekali dihadapi sekolah Hang Tuah. Tahun sebelumnya, banyak juga yang berbondong-bondong tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Bahkan waktu penerimaan juga bersamaan yakni CPNS untuk Departemen Agama (Depag) dan Pemerintah Kota (Pemko) Batam.
Saat itu, pendiri Yayasan Hang Tuah, Imbalo Iman Sakti memberi tindakan tegas dengan menyerahkan surat pengunduran diri sebelum mengikuti tes CPNS. Dengan tindakan tersebut, para guru pun mengikuti tes dengan sembunyi-sembunyi.’’Jangan bilang ke bapak ya mas,’’ pinta Reny. Permintaan yang sama juga diajukan Kuswoyo. Sedangkan dua guru lainnya yakni Kurniadi dan Muzakir tidak melakukan permintaan bahkan pembicaraan denganku sebelumnya yang memang aku selaku kepala sekolah SMP-SMA Islam Hang Tuah menggantikan Masruchin yang dalam kondisi sakit sehingga tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasa.
Malamnya aku memikirkan kondisi ini. Apalagi, bapak (Imbalo, red) sedang berada di Jakarta bersama dengan ibu sehubungan dengan meninggalnya wak Ros yang sudah lama sakit menderita penyakit gula.
Keesokannya, kondisi yang kubayangkan terjadi. Pagi hari aku harus mengantar master Buletin Jumat untuk dicetak yang biasanya diantar oleh Kuswoyo. Sembari itu, aku harus mengambil soal ujian yang sudah dicetak dan ke Otorita Batam (OB) untuk menelusuri surat yang kukirimkan yakni pengukuran lahan ulang sekolah.
Sebelum sempat kembali dari Batam Center, telepon berdering. ’’Pak ada tamu dari dinas pendidikan,’’ kata Rahma Dewi, guru Matematika kelas XI (III SMP). ’’Ya tunggu sebentar, beri minum dan makanan kecil, saya menuju ke sekolah,’’ jawabku via hand phone.
Dengan kecepatan tinggi aku pun menuju ke sekolah. Sesampai di kantor ternyata tamu bukan dari dinas pendidikan melainkan dari dewan pendidikan. Rupanya, pengetahuan guru kami terhadap perkembangan dunia pendidikan masih rendah.
Setelah melakukan perkenalan, maka keluhan tentang berbondong-bondongnya guru ikut tes CPNS pun kuungkapkan. Selain bisa mengurangi beban pikiran, semoga pemerintah juga memikirkan kondisi pendidikan yang dikelola masyarakat.seperti kami.
Selepas jam istirahat siang, saya ngontrol kondisi kelas. Anak-anak berhamburan masuk ketika saya menuju ruangan kelas. Saya tanya satu-persatu, ada lima kelas yang kosong. Empat diantaranya karena gurunya tes CPNS. Satu karena izin menghadiri pelepasan haji kakaknya di Jakarta.
Dengan tenaga dan kemampuan yang ada, semaksimal mungkin saya berupaya agar anak-anak tidak ribut karena tidak ada gurunya. Satu kelas ketemu solusinya, dengan cara memutarkan vcd tentang sejarah nabi Muhammad melalui infokus dan lap top di dalam kelas. Satu kelas lagi mengerjakan tugas bahasa Inggris yang memang pelajaran sebelumnya. Satu kelas lagi saya ajak diskusi sembari memberi motivasi kepada murid kelas X atau kelas I SMA. Dan akhirnya anak murid dapat tertib pulang saat adzan Ashar berkumandang.